WiSe (Whistleblowing System Kementerian keuangan)

ASUMSI MAKRO & APBN 2018

APBN 2018 (triliun rupiah)

Pendapatan 1.894/7
- Perpajakan 1.618,1
- PNBP 275,4
- Hibah 1,2
Belanja Negara 2.220,7
- Belanja Pusat K/L 847,4
- Belanja Pusat Non K/L 607,1
- Transfer Daerah & Dana Desa 766,2
Pembiayaan 325,9
- Pembiayaan Utang 399,2
- Pembiayaan Investasi 65,7

 

Asumsi Makro  APBN 2018

Pertumb. Ekonomi (%) 5,4
Inflasi (%) 3,5
Kurs (USD/Rp) 13.400
SPN 3 bln (%) 5,2
Harga Minyak (USD/barel) 48
Lifting Minyak (ribu barel/hari) 800
Lifting Gas (ribu barel/hari) 1.200

UU No 15 Thn 2017 ttg APBN 2018

Klik disini untuk rincian APBN selengkapnya.

Jadwal Bimtek Mini TLC

jadwal bimtek

Dikutip lengkap dari https://m.kompasiana.com/post/read/634186/3/menjadi-saksi-perkara-korupsi.html

KILAS BALIK KEJADIAN

Sebelum menceritakan pengalaman saya sebagai Saksi, tentunya saya perlu menyampaikan sedikit gambaran peristiwa pidana yang terjadi. Seandainya saya punya dokumen “Surat Dakwaan” dari Jaksa Penuntut Umum, tentunya itu lebih baik dan lengkap untuk dijadikan referensi dalam menceritakan apa dan bagaimana tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa. Namun karena saya tidak memiliki dokumen tersebut, saya mencoba menceritakan peristiwanya dengan mengutip pemberitaan dari dua media online. Kepolisian RI Daerah Jawa Barat dalam websitenya tanggal 15 Desember 2011 menurunkan berita dengan judul “Polres Bandung ungkap kasus korupsi PNPM, Dua Tersangka Diamankan”. Dalam berita tersebut disebutkan bahwa:

Jajaran Reskrim Polres Bandung membekuk dua orang tersangka dua yang diduga telah melakukan korupsi dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) 2011 sebesar Rp 1,25 miliar. Kedua orang itu adalah RI (36), oknum pegawai negeri sipil (PNS) dan AS (56), pensiunan PNS. Kapolres Bandung AKBP Sony Sonjaya menyebutkan, penangkapan RI dan AS dilakukan di tempat terpisah dan dalam waktu berbeda. Ia mengatakan, modus yang dilakukan kedua tersangka adalah memanfaatkan jabatannya sebagai staf pengelola anggaran PNPM Kab. Bandung yang memang diberi fasilitas untuk mencairkan anggaran.

“Sekitar Juli 2011, tersangka RI membuat rekening di BRI dengan memalsukan data, baik ketua serta Bendahara PNPM Kecamatan Cicalengka. Kemudian uang diajukan ke KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara) dan uang masuk ke rekening tersangka pada Agustus 2011 dengan nominal mencapai Rp 1 miliar,” kata Kapolres Sony Sonjaya melalui pesan singkatnya, Rabu (14/12).

Ia mengatakan, aksi itu berlanjut sampai bulan Oktober lalu. Tersangka kembali melakukan dua kali pencairan masing-masing Rp 500 juta sehingga keseluruhan mencapai Rp 2 miliar. Dana tersebut yang disalurkan ke PNPM Kec. Cicalengka hanya sebesar Rp 750 juta. Sisanya digunakan untuk kepentingan tersangka dan sebagian dibagikan pada orang lain.

Menurut pengakuan tersangka, uang yang harusnya untuk PNPM ditransfer ke rekening istrinya sebesar Rp 80 juta, kepada L Rp 200 juta, J dan Y Rp 100 juta, JT Rp 100 juta, A Rp 23 juta, N Rp 10 juta, dan K Rp 80 juta.

“Beberapa orang yang disebut tersangka dikirimi uang karena tergiur praktik penggandaan uang. Tapi bukannya uang bertambah, malah tertipu,” ujar Sony.

Setelah berhasil mengorek keterangan dari RI, Polres Bandung menangkap AS. Pria yang baru pensiun ini diduga telah menerima uang Rp 6 juta atas jasanya membantu tersangka membuka rekening di BRI, seolah sebagai bendahara PNPM. (Sumber: Website Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Barat, https://www.lodaya.web.id/?p=4349)

 

Selanjutnya Maklumat Independen pada tanggal 23 Januari 2012 menurunkan berita dengan judul “Korupsi Dana PNPM Cicalengka Kab, Bandung” sebagai berikut:

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan di Kec. Cicalengka untuk tahun ini terancam gagal. Hal ini dimungkinkan karena dari dana Rp 2,5 miliar yang dikucurkan, Rp 1,250 miliar di antaranya diduga dikorupsi oknum dan pensiunan PNS di lingkup Pemkab Bandung. Hingga saat ini kasus tersebut belum tuntas.

Hal tersebut dikatakan Ketua Unit Pelaksana Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan Kec. Cicalengka, Maman Abdurahman kepada MaI.com di Kantor PNPM Mandiri Perdesaan Kec. Cicalengka, Jumat (20/1). “Dana Rp 750 juta dari APBN dan Rp 500 juta dari APBD yang telah digulirkan baru bisa memenuhi pembangunan fisik 30-40 persen. Ini pun ditambah swadaya masyarakat setempat,” katanya.

Menurut Maman, program PNPM Mandiri Perdesaan untuk Kec. Cicalengka dibiayai APBN sebanyak Rp 2 miliar dan APBD Kab. Bandung Rp 500 juta. Anggaran yang belum digulirkan dari APBN sebesar Rp 1,250 miliar, kata Maman, diduga dikorupsi dua orang oknum dan kini kasusnya ditangani Polres Bandung.

“Karena dana Rp 1,250 miliar itu diduga dikorupsi, sejumlah pembangunan fasilitas umum di sejumlah desa di Kec. Cicalengka belum beres dan kini terancam gagal. Kami berharap, pembangunan fisik yang tertunda selama dua bulan lebih ini, bisa segera dilanjutkan,” harapnya.

Menurut Maman, dana PNPM Mandiri yang sudah digulirkan itu, di antaranya digunakan untuk fasilitas pendidikan anak usia dini (PAUD) di Desa Cikuya, madrasah di Desa Narawita, MCK di Desa Babakan Peuteuy, dan pembangunan fisik lainnya. Selain itu, di beberapa desa dana dimanfaatkan untuk pembangunan posyandu, tembok penahan tanah (TPT), saluran drainase, dll. Namun kini proyek tersebut terlantar.

Para pengurus PNPM Kec. Cicalengka berharap agar dana Rp 1,250 miliar yang dikorupsi tersebut paling lambat akhir Februari 2012 bisa cair dan disalurkan ke masing-masing desa.

“Pemkab Bandung akan dinilai tidak mampu menyelesaikan permasalahan, sehingga berimbas negatif pada seluruh masyarakat di Kab. Bandung, termasuk Cicalengka,” katanya (Sumber: Maklumat Independen, https://maklumat-independen.com/daerah/jawa/397-korupsi-dana-pnpm-cicalengka-kab-bandung.html)

 

KRONOLOGIS KEJADIAN VERSI KPPN BANDUNG I

Adapun kronologis diketahuinya tindakan korupsi tersebut di atas versi KPPN Bandung I sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara adalah sebagai berikut:

  1. Pada hari Jumat tanggal 9 Desember 2011, PPK Satker Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Kab. Bandung disertai dengan beberapa staff menemui Kepala KPPN Bandung I untuk mengkonsultasikan pencairan dana Tahap I sebesar Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) yang belum sepenuhnya diterima ke rekening UPK Kec. Cicalengka (baru diterima Rp750.000.000, dengan transfer dana secara bertahap, padahal seharusnya sekaligus sesuai dengan nilai pada SPM dan SP2D) dan sekaligus juga berkonsultasi terkait rencana pencairan dana Tahap II. Berdasarkan informasi “sesat” petugas pengantar SPM-nya, PPK Satker mengatakan kemungkinan ada retur dana SP2D, sehingga pencairan dana Tahap I sebesar Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah) belum sepenuhnya masuk ke rekening penerima yang berhak. Hal ini tentu saja aneh karena jika ada retur dana SP2D maka seluruh dana akan diretur (bukan sebagiannya);
  2. Melihat ada keanehan, Kepala KPPN Bandung I menugaskan Pegawai KPPN Bandung I yang menangani Retur SP2D untuk melakukan pengecekan data retur. Pegawai tersebut kemudian mengecek data retur SP2D dan memastikan tidak ada retur atas SP2D sebesar Rp1.000.000.000 tersebut.
  3. Selanjutnya pegawai KPPN Bandung I mengecek realisasi pencairan dana Satker BPMPD Kab. Bandung dan justru menemukan bahwa telah terjadi pencairan dana untuk Tahap II dan Tahap III masing-masing sebesar Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah), sehingga total nilai bansos Dana PNPM Mandiri sebesar Rp2.000.000.000 (dua miliar rupiah) sudah dicairkan semua dengan rincian sebagai berikut:
    • Tahap I, sebesar Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah), diagenda KPPN Bandung I pada   tanggal 15 Agustus 2011 jam 07:30:00 dan telah diterbitkan SP2D tanggal 15 Agustus 2011;
    • Tahap II, sebesar Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah), diagenda KPPN Bandung I pada tanggal 12 Oktober 2011 jam 07:30:00 dan telah diterbitkan SP2D tanggal 12 Oktober 2011;
    • Tahap III, sebesar Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah), diagenda KPPN Bandung I pada tanggal 21 Oktober 2011 jam 08:45:26 dan telah diterbitkan SP2D tanggal 21 Oktober 2011.
  4. Mengetahui hal tersebut, pegawai KPPN Bandung I pada Jumat sore tanggal 9 Desember 2011 memberitahukan kepada PPK Satker bahwa bansos untuk UPK Kec. Cicalengka telah dicairkan seluruhnya sebesar Rp2.000.000.000 (dua miliar rupiah) dan menyampaikan informasi bahwa SPM pencairan dana tersebut disampaikan oleh Sdr. RI(Petugas Pengantar SPM Satker BPMPD Kab.Bandung);
  5. Mendapat informasi demikian, PPK Satker melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan penjelasan/pengakuan dari Petugas Pengantar SPM-nya Sdr. RI dan selanjutnya mengambil keputusan untuk melaporkan Sdr. RI (yang selanjutnya menjadi Tersangka/Terdakwa dalam perkara ini)ke Polres Bandungdengan tuduhan awal melanggar Pasal 263 KUHP (Pemalsuan Surat) dan 374 KUHP (Penggelapan). Tuduhan ini selanjutnya pada tahap penyidikan dan penuntutan berubah menjadi pelanggaran terhadap UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

MODUS OPERANDI KEJAHATAN

Berdasarkan data dan informasi yang ada, Tersangka/Terdakwa Sdr. RI (Petugas Pengantar SPM Satker BPMPD Kab.Bandung) melakukan kejahatan korupsi ini dengan modus operandi memalsukan Surat Perintah Membayar (SPM), yaitu memalsukan tanda tangan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) yang disampaikan ke KPPN Bandung I selaku Kuasa Bendahara Umum Negara dan “memalsukan” nomor rekening penerima pembayaran yang ditunjuk pada SPM. Menurut pengakuan PPK Satker yang menghadap ke KPPN Bandung I, PPK dan PPSPM masing-masing mengakui pernah menerbitkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) dan Surat Perintah Membayar (SPM) Tahap I sebesar Rp 1 miliar dengan nomor rekening penerima (UPK Kec.Cicalengka) yang sebenarnya. Oleh Tersangka/Terdakwa, SPM tersebut tidak disampaikan ke KPPN Bandung I, akan tetapi pelaku membuat kembali SPM “Aspal” dengan nomor rekening penerima pembayaran yang berbeda dan kemudian disampaikan ke KPPN Bandung I. Pelaku sebelumnya telah membuat rekening di bank mengatasnamakan penerima pembayaran (UPK Kec.Cicalengka). Oleh karena itu, pembayaran yang ditransfer dari Rekening Pengeluaran Bendahara Umum Negara KPPN Bandung I masuk ke rekening yang ditunjuk pada SPM yang di kemudian hari terungkap bukan rekening UPK Kec.Cicalengka yang sebenarnya, melainkan rekening yang dibuka pelaku sendiri mengatasnamakan UPK Kec.Cicalengka. Modus ini diulangi lagi oleh Tersangka/Terdakwa pada saat pencairan dana Tahap II dan Tahap III, akan tetapi untuk Tahap II dan III tersebut PPK dan PPSPM mengatakan tidak pernah menerbitkan SPP dan SPM, dan SPM yang disampaikan ke KPPN sepenuhnya dipalsukan oleh Tersangka/Terdakwa. Dari Rp 2 miliar dana yang dicairkan, hanya Rp 750 juta yang kemudian ditransfer oleh Tersangka/Terdakwa dari rekening UPK Kec.Cicalengka “palsu” ke rekening UPK Kec.Cicalengka “yang sebenarnya”, sehingga dengan demikian Negara dirugikan sebesar Rp 1,25 miliar.

 

DIPANGGIL MENJADI SAKSI

Sebagai Kepala Seksi Pencairan Dana di KPPN Bandung I saat itu, saya adalah pejabat yang menandatangani Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dana PNPM Mandiri di atas. SP2D tersebut diterbitkan tentu saja berdasarkan SPM yang disampaikan oleh petugas resmi dari Satker BPMPD Kab.Bandung. Karena ada keterkaitannya, yaitu sebagai pejabat yang menandatangani SP2D, tentu saja saya –mau tidak mau- harus siap menjadi “Saksi”. Berdasarkan Pasal 1 angka 26 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Sedangkan, keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu (Pasal 1 angka 27 KUHAP).

Perlu diketahui bahwa menolak menjadi saksi tanpa alasan yang sah dapat dipidana sebagaimana diatur pada Pasal 224 ayat (1) KUHP. Harus diakui juga secara jujur, masih banyak masyarakat (termasuk Pegawai KPPN) yang belum memahami sepenuhnya pengertian (Keterangan) Saksi dan (Keterangan) Ahli. Oleh karena itu, perlu diperjelas terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan Keterangan Ahli dan Keterangan Saksi tersebut. Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan (KUHAP Pasal 1 ayat 28). Terdapat perbedaan yang sangat prinsipil antara saksi dan ahli (expert). Keterangan yang diberikan oleh saksi dinamakan “kesaksian”, yaitu keterangan pihak ketiga di depan proses hukum secara lisan, tentang apa yang dilihatnya sendiri, didengarnya sendiri dan dialaminya sendiri. Artinya, seorang saksi harus mengetahui sendiri secara langsung peristiwa pidana yang terjadi, bukan karena mendengar dari orang lain. Seorang saksi tidak boleh beropini atau berasumsi. Seorang saksi yang terkait langsung dengan tindak pidana yang terjadi yang dipanggil untuk memberikan kesaksian di depan proses hukum, wajib hadir sendiri, tidak bisa diwakili.

Sedangkan keterangan yang diberikan oleh Ahli dinamakan “keterangan ahli” atau expertise, yaitu keterangan yang diberikan ahli tentang opininya yang didasarkan pada bidang keahliannya. Oleh karena itu, seorang ahli yang dipanggil untuk memberikan keterangan ahli, dapat digantikan oleh orang lain sesama ahli di bidangnya. Seorang ahli memberikan keterangan bukan mengenai segala hal yang dilihat, didengar dan dialaminya sendiri, tetapi mengenai hal-hal yang menjadi atau di bidang keahliannya yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa. Keterangan ahli tidak perlu diperkuat dengan alasan sebab keahliannya atau pengetahuannya sebagaimana pada keterangan saksi. Apa yang diterangkan saksi adalah hal mengenai kenyataan dan fakta yang dilihat, didengar dan dialaminya sendiri. Sedang keterangan ahli adalah mengenai hal-hal yang terkait dengan penjelasan/analisis peristiwa pidana yang terjadi berdasarkan keahliannya.

Dipanggil menjadi Saksi tentu saja cukup menegangkan, apalagi jika kita tidak memahami hukum dan belum pernah berurusan dengan Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan. Belum lagi masih banyak oknum Penyidik dan aparat hukum lainnya yang masih bermental “mafia hukum”, yang selalu menggunakan kewenangannya “untuk tujuan lain”. Tidak jarang seorang Saksi yang terkait langsung dengan tindak pidana yang ada diintimidasi dapat “beralih status” menjadi Tersangka. Untuk itu kemudian dicari-cari kesalahannya (walaupun tidak berdasar), bila perlu dilakukan rekayasa bukti-bukti, yang penting dapat mencari “kambing hitam” baru. Saya sangat bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena proses pemeriksaan saya sebagai Saksi di Polres Bandung pada Bulan Desember 2011 dan Bulan Januari 2012 berjalan dengan lancar dan baik tanpa ada tekanan dan intimidasi. Penyidik memeriksa saya dengan santun dan bersahabat. Saat itu saya didampingi oleh staf dari Biro bantuan Hukum Setjen Kementerian Keuangan dan staf dari Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Jawa Barat. Kejadian kurang nyaman justru pada saat akan diperiksa sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Bandung pada Tanggal 5 Februari 2014 yang lalu. Sebelum persidangan dimulai saya sempat diajak bicara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), dan JPU sempat melontarkan pernyataan bahwa tidak menutup kemungkinan pihak pegawai KPPN tersangkut dan terseret sebagai tersangka dalam perkara ini, jika fakta-fakta di persidangan menunjukkan adanya KELALAIAN pegawai KPPN! Dalam persidangan sebelumnya, Majelis Hakim juga menilai ada KELALAIAN pegawai KPPN Bandung I. Duh…..kebayang kan bagaimana perasaan kita mendengar pernyataan seperti itu, padahal kita telah bekerja sesuai dengan Standard Operating Procedure dan sumpah…..tidak menerima sepeser pun dana yang dikorupsi tersebut!

Pengalaman yang sangat berkesan adalah saat memberikan “Keterangan Saksi” di depan persidangan Pengadilan Tipikor Bandung. Saya hadir tepat waktu pada jam 08.30 WIB sesuai dengan Surat Panggilan JPU, akan tetapi ternyata persidangan baru dimulai sekitar jam 15.30 WIB! Di Tipikor Bandung saya ditemani oleh Kepala KPPN Bandung I, Kasi Manajemen Satker dan Kepatuhan Internal KPPN Bandung I serta 2 orang staf KPPN Bandung I. Saat persidangan, pertanyaan-pertanyaan dari Majelis Hakim maupun dari JPU dapat saya jawab dengan baik dan memuaskan penanya. Majelis Hakim yang pada persidangan sebelumnya sempat menganggap pegawai KPPN ikut “bermain” dan “lalai” sehingga merugikan keuangan negara, dengan seluruh keterangan dan argumentasi saya, justru berbalik dan menyakini petugas KPPN tidak terlibat sama sekali dan telah bekerja sesuai dengan Standard Operating Procedure. KPPN tidak mungkin mengetahui berapa nomor rekening penerima pembayaran (UPK Kec.Cicalengka) yang sebenarnya karena nomor rekening yang tercantum pada SP2D sepenuhnya telah sesuai dengan apa yang tercantum pada SPM dan Ringkasan Kontrak. Kebenaran materiil atas dokumen pencairan anggaran yang dilakukan sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari Kuasa Pengguna Anggaran Satker BPMPD Kab.Bandung. Semoga hasil akhir persidangan nanti dapat menghukum orang yang benar-benar bersalah dan jangan sampai justru menjerat korban baru (personil KPPN) yang sama sekali tidak bersalah.

Adapun inti keterangan saya sebagai Saksi yang dapat membuat “terang” tindak pidana yang terjadi pada saat persidangan Tipikor tersebut adalah :

  1. Seluruh dokumen pencairan anggaran baik Tahap I, Tahap II dan Tahap III dilakukan oleh Petugas Pengantar SPM Satker BPMPD Kab.Bandung, yaitu Sdr. RI(Terdakwa) dan telah dilakukan pencocokan dengan foto yang tertera pada Kartu Identitas Petugas Satker (KIPS);
  2. Pengujian substantif dan formal telah dilakukan pegawai/pejabat KPPN Bandung I sesuai dengan Pasal 11 Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran Atas Beban APBN sebagaimana telah diubah dengan PER-11/PB/2011, dimana SPM dimaksud memenuhi syarat untuk diterbitkan SP2D;
  3. Seluruh proses penerimaan SPM sampai dengan penerbitan SP2D telah sesuai dengan Standard Operating Procedure yang berlaku;
  4. KPPN Bandung I sama sekali tidak mengetahui rekening penerima pembayaran yang ASLI dan nomor rekening penerima pembayaran yang tercantum pada SP2D adalah nomor rekening yang tercantum pada SPM dan Ringkasan Kontrak yang disampaikan ke KPPN Bandung I. Tanggung jawab formil dan materiil atas kebenaran penerima pembayaran, baik yang menyangkut nama penerima, nomor rekening, jumlah pembayaran sepenuhnya adalah tanggung jawab dari KPA Satker BPMPD Kab.Bandung;
  5. Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-57/PB/2010 tentang Tata cara Penerbitan SPM dan SP2D sebagaimana telah diubah dengan PER-41/PB/2011, KuasaPengguna Anggaran bertanggung jawab penuh terhadap keabsahan dan keaslian SPM beserta dokumen pendukung yang disampaikan oleh Petugas Pengantar SPM dan Pengambil SP2D Satker yang ditunjuk. Oleh karena itu, dugaan adanya pemalsuan SPM yang disampaikan ke KPPN Bandung I sepenuhnya adalah tanggung jawab Kuasa Pengguna Anggaran, yang mana telah gagal melakukan pengendalian internal pada Satkernya;
  6. f.Berdasarkan Berita Acara Rekonsiliasi (BAR) Nomor BA-2413/WPB.13/KP.01.40/2011 tanggal 15 September 2011, rekonsiliasi belanja antara data KPPN Bandung I dan SAI Satker BPMPD Kab.Bandung menunjukkan bahwa realisasi belanja Tahap I sebesar Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) statusnya “SAMA”, dengan demikian penerbitan SPM/SP2D atas belanja tersebut tercatat secara sah baik di KPPN maupun di Satker;
  7. Berdasarkan Berita Acara Rekonsiliasi (BAR) Nomor BA-2831/WPB.13/KP.01.40/2011 tanggal 3 November 2011, rekonsiliasi belanja antara data KPPN Bandung I dan SAI Satker BPMPD Kab.Bandung menunjukkan bahwa realisasi belanja Tahap II dan Tahap III masing-masing sebesar Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) pada tanggal 12 Oktober 2011 dan 21 Oktober 2011 statusnya “SAMA”, dengan demikian penerbitan SPM/SP2D atas belanja tersebut tercatat secara sah baik di KPPN maupun di Satker;
  8. Sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara, KPPN Bandung I telah mencairkan anggaran sesuai dengan SPM yang sah dari Petugas Pengantar SPM Satker BPMPD Kab.Bandung. Adapun kemudian diketahui bahwa dana sebesar Rp 2 miliar tersebut tidak semuanya diterima oleh penerima pembayaran (UPK Kec.Cicalengka), sepenuhnya adalah di luar kendali dan tanggung jawab KPPN Bandung I, melainkan tanggung jawab sepenuhnya dari KPA SatkerBPMPD Kab.Bandung.

Baca juga :

https://hukum.kompasiana.com/2014/02/18/masih-ada-kejujuran-di-kppn-634060.html

https://m.kompasiana.com/post/read/633922/3/mengantisipasi-risiko-dalam-pelaksanaan-anggaran.html

Leave a Reply