Jakarta – Pada kuartal II-2013 ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di bawah 6% atau hanya mencapai 5,81%, pertama kalinya di bawah 6% sejak 2009. Bagaimana tanggapan Menteri Keuangan Chatib Basri?
Chatib menyatakan, perlambatan ekonomi ini terjadi karena investasi yang melambat dan juga pengeluaran pemerintah yang belum tinggi.
“Jangan pelit dengan anggaran, jangan sampai pertumbuhan terganggu gara-gara ini, karena pertumbuhan ekonomi itu penting,” ujar Chatib di kantornya, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Jumat (2/8/2013).
Namun tingkat konsumsi masyarakat masih menjadi andalan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Menjelang pemilu tahun depan, konsumsi masyarakat akan tinggi. Belum lagi, gaji ke-13 untuk PNS akan mendorong pertumbuhan ekonomi bisa tinggi.
“Dengan usaha seperti itu target 6,3% agak susah tapi diusahakan masih bisa di atas 6%. Inflasi 7,2%,” ujar Chatib.
Selain itu, investasi juga akan digenjot untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ini. Rencananya aturan-aturan penyederhanaan izin investasi akan dibuat mudah dan tidak ribet dalam waktu dekat. “Bagaimana mau investasi kalau sekarang saja izin harus melalui 25 tahap. Mudah-mudahan Agustus-September bisa segera selesai,” tutur Chatib.
Menteri Keuangan (Menkeu), M Chatib Basri mengimbau semua pihak tidak panik dengan kondisi makro ekonomi Indonesia, baik secara pertumbuhan ekonomi, nilai tukar, dan kondisi lainnya pada 2013.
Chatib menuturkan, di beberapa negara G-20, Indonesia masih memiliki forecast makro yang lebih baik, walaupun masih tidak lebih baik dibandingkan China.
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia kedua paling tinggi pada anggota G-20 setelah China, walaupun forecastWorld Bank akhir tahun, China itu pertumbuhan ekonominya 7,5 persen, Indonesia 5,9 persen, baru setelah itu India,” ujarnya di gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Indonesia (30/7/2013).
Selain itu, Chatib menyoroti indeks saham Indonesia dan tingkat depresiasi rupiah Indonesia yang masih relatif baik secara perbandingan dengan negara lainnya.
“Situasi kita year to date apabila melihat perbandingan, indeks saham Indonesia masih tumbuh 7,97 persen, Thailand 6,9 persen, Singapura 2,18 persen, dan Malaysi 7,03 persen,” paparnya.
“Depresiasi rupiah sebesar 4,84 persen memang lebih rendah dibandingkan depresiasi Ringgit Malaysia 4,67 persen, tapi jelas lebih baik dibanding Filipina sebesar 5,23 persen dan negara-negara lain. Bahkan dulu 1 dolar Australia, dia angka Rp10 ribu, sekarang hanya Rp9.300,” imbuhnya.
Menkeu mengakui angka-angka tersebut menunjukkan bahwa secara umum situasi ekonomi Indonesia masih relatif baik walaupun masih ada gejala-gejala yang mengganggu. Seperti kondisi ekonomi global, quantitative easing, dan perlambatan ekspor. “Kalau orang bilang ada guncangan sebetulnya kita masih baik kondisinya,” pungkas Chatib.
Sumber :