
Retur SP2D menjadi masalah yang urgen untuk diselesaikan saat ini. Selama tahun 2011 saja jumlah retur SP2D yang dikembalikan ke Kas Negara pada akhir tahun anggaran secara nasional lebih dari 800 Milyar Rupiah, yang berarti ada kegiatan/program senilai 800 Milyar rupiah ternyata tidak tersalurkan dananya sehingga menghambat proses pelaksanaan kegiatan, sehingga bersifat kontraprodkutif. Adapun satuan kerja dalam hal ini mungkin tidak merasakan secara langsung dampak dari retur jika SP2D yang dicairkan tujuannya adalah kepada pihak ketiga, karena dalam Laporan Realisasi Anggaran, dana tersebut telah masuk dalam penyerapan anggaran dan mengurangi DIPA satker tersebut, akan tetapi apabila dilihat dari output pekerjaan, dana tersebut belum benar-benar tersalurkan.
APBN dikelola oleh Kementerian Keuangan dan disalurkan melalui KPPN sebagai Kuasa BUN di daerah dengan SP2D digunakan antara lain untuk menjalankan program-program pemerintah baik dalam pembangunan dan pengembangan infrastruktur/non-infrastruktur, pertumbuhan ekonomi, belanja subsidi dan berbagai program pemerintah lainnya.
Dalam pelaksanaannya, ternyata banyak timbul masalah saat SP2D diterbitkan dan diserahkan ke Bank Operasional (BO) dikarenakan banyaknya SP2D yang ditolak bank yang disebabkan oleh beberapa hal, antara lain kesalahan penulisan nama pemilik rekening, nomor rekening, perbedaan antara nama dan nomor rekening, yang mengakibatkan bank menolak memindahbukukan dana atas SP2D tersebut ke rekening penerima sehingga terjadi retur SP2D.
Bank hanya memindahbukukan dana sesuai dengan dokumen sumber yang diterbitkan oleh KPPN yaitu SP2D baik yang berupa hardcopy maupun softcopy. Pihak Bank dalam hal ini sangatlah ketat dan kaku dengan aturan yang dijalankan. Bank tidak mempunyai toleransi akan kesalahan-kesalahan kecil pada nama, nomor rekening dan kepastian pencantuman kode wilayah bank. Hal ini bisa dimaklumi demi alasan keamanan. Retur SP2D ini sendiri tentu saja sangat merugikan pihak penerima dana, karena hal tersebut dapat menghambat proses pelaksanaan kegiatan, pencairan dan penyerapan dana APBN.
Regulasi Retur SP2D
Untuk menyelesaikan masalah retur SP2D Ditjen Perbendaharaan telah mengeluarkan Peraturan Ditjen Perbendaharaan Nomor 74/PB/2011 tentang Tata Cara Penyelesaian dan Penatausahaan Pengembalian (Retur) Surat Perintah Pencairan Dana. Dalam perdirjen ini disampaikan beberapa pokok aturan terkait penyelesaian permasalahan retur SP2D yang antara lain:
- pembayaran kembali dana retur SP2D yang belum disetorkan ke kas Negara dilakukan dengan penerbitan Surat Ralat SP2D (pasal 3 ayat 4 Perdirjen No. 74 tahun 2011)
- Pembayaran kembali dana retur SP2D yang telah disetorkan ke kas Negara dilakukan dengan penerbitan SPM/SP2D oleh Kuasa BUN (pasal 3 ayat 5 Perdirjen No. 74 tahun 2011)
- Pada akhir tahun anggaran dana retur SP2D di Rekening BO I/II/III/Pos wajib disetorkan ke Kas Negara pada bank/pos persepsi
- Dana Retur Sp2d pada rekening rr wajib mendapatkan jasa giro
- Rekening rr dibuka oleh kepala KPPN dan wajib menyampaikan pembukaan rekening kepada Direktur PKN
Retur SP2D : Alur Prosedur Penyelesesaian
Penjelasan Alur retur SP2D
[one_half]
- Satker mengajukan SPM+ADK+Dokumen kelengkapan lainnya ke KPPN
- SP2D Hardcopy/softcopy disampaikan KPPN ke BO
- SP2D ditolak Bank, dana dibukukan ke rekening rr
- Bank menerbitkan Surat pemberitahuan retur
[/one_half][one_half_last]
- KPPN menerbitkan surat pemberitahuan retur SP2D kepada satker (paling lambat 2 hari)
- Satker/KPA membuat surat ralat/perbaikan paling lambat 7 hari, jika tidak bisa harus tetap membuat alasan penyebabnya
- jika satker menyampaikan surat ralat, KPPN menerbitkan surat ralat paling lambat 2 hari
- Rekening rr mendebet dana ke rekening tujuan
[/one_half_last]
Saat ini saldo Retur SP2D di Rekening rr BO I (s.d 26/09/2012) mencapai Rp267.769.960. Adapun karakteristik yang mendominasi retur SP2D di KPPN Makassar II adalah karena rekening pasif/tutup yang dimiliki oleh para penerima bantuan sosial. Pihak ketiga penerima bantuan yang merupakan perorangan sangat sulit diselidiki kebenaran rekeningnya. Meskipun telah dilampiri dengan fotokopi buku tabungan, tetap saja aktif atau pasif rekening tersebut sulit diketahui keadaannya oleh satuan kerja penerbit SPM.
Peran aktif satuan kerja juga sangat menentukan dalam meminimalisir tingkat retur yang terjadi. Meski dalam Per-74 dijelaskan bahwa jika dalam 7 (tujuh) hari satker tidak menyampaikan ralat maka satker tersebut harus mengirimkan surat alasannya. Sanksi atas kealpaan satker dalam menyampaikan ralat juga tidak diatur. Berbeda dengan aturan sebelumnya yang mengatur bahwa jika 7 hari tidak menyampaikan ralat, maka dana SP2D retur satker bersangkutan akan langsung disetor ke Kas Negara. Meski tidak praktis (pencairannya harus melalui proses SKTB-SKP4 untuk dasar SPM dan SP2Dnya), namun hal ini menjadikan efek jera kepada satuan kerja untuk lebih berhati-hati lagi.
Terkait prosedur penyetoran retur SP2D ke Kas Negara sebelum tahun 2011, mempengaruhi pencatatan utang pihak ketiga dalam neraca SAKUN KPPN Makassar II. Tercatat hingga Semester I Tahun 2012, Utang Pihak Ketiga yang merupakan akumulasi retur SP2D dan dana lebih limpah sejak tahun 2008 adalah Rp7.821.958.890. Rp5.028.101.185 diantaranya merupakan setoran BO I KPPN Makassar I ke Bank Persepsi KPPN Makassar II sehingga menyumbang besaran utang pihak ketiga KPPN Makassar II. Untuk setoran retur BO I KPPN Makassar II sendiri, sudah dilakukan pendataan (dengan mengumpulkan data setoran di tahun 2008 hingga 2011) untuk diberitahukan kembali kepada satuan kerja.
Implementasi SPAN dalam proses Retur
Dalam SPAN ada beberapa usulan untuk penyempurnaan sistem settlement SP2D yang bisa digunakan sebagai alat untuk meminimalisir terjadinya retur. Dari modul SPAN yang ada beberapa usulan tersebut yaitu
(i) Database suppler yang saling terupdate antara satker dan Ditjen Perbendaharaan,
(ii) mekanisme validata dan status rekening tujuan dengan bank/penyedia data perbankan,
(iii) Sentralisasi perintah settlement transaksi SP2D dari direktorat PKN,
(iv) Penyaluran dana langsung dari RPKBUN P yang sama dengan bank tujuan dan
(v) settlement transaksi secara elektronik.
Pengimplementasian SPAN yang banyak melibatkan infrastruktur IT diharapkan mampu mengurangi kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh manusia (human error). Namun sehebat apapun sistem yang dibangun, Ditjen Perbendaharaan selaku Kuasa BUN juga harus mengantisipasi adanya ancaman dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab agar jalannya sistem tidak terganggu. Untuk prosedur penyelesaian retur SP2D sendiri setelah SPAN diimplementasikan, belum diatur. Mengingat masih ada saja kemungkinan terjadi retur walaupun sistem yang dibuat untuk mencegah terjadinya retur sudah berjalan. Dengan sistem SPAN yang sedang dibangun ini, nantinya diharapkan kemungkinan terjadinya retur bisa diminimalisir.